
Saya melihat pengumuman #BeliBukuLokal dari akun instagram Kemenparekraf RI pada beberapa minggu lalu. Terdapat diskon menarik untuk pembelian buku-buku lokal di lokapasar tokopedia, blibli, bukalapak, dan lazada.
Wuihhh, sebagai seorang yang mempunyai hobi membaca menimbun
buku yang berkantong pas-pasan, pengumuman dari Kemenparkraf ini bagaikan segelas
kopi di pos ronda. Teman saya, salah satu
pegawai di Kemenparekraf, sebut saja Bunga, mengatakan bahwa diskon tersebut merupakan salah satu subsidi dari pemerintah.
Subsidi ini untuk membantu pelaku subsektor penerbitan dalam menghadapi dampak
pandemi, sekaligus adaptasi pemasaran di masa kenormalan yang baru. Wooow,
keren juga pemerintah kita, cuiy.
Saya lekas-lekas menuju ke lokapasar bukalapak. Di situ terpampang jelas pengumuman promonya. Tanpa “ba-bi-bu” lagi, Saya pun memasukkan beberapa buku pilihan ke dalam keranjang belanjaan. Tanpa sadar saya telah memasukkan lebih dari 10 buku ke keranjang belanja dalam waktu 30 menit, wkwkwkwk…
***
Dulu, ketika kawasan Kwitang dan Pasar Senen di Jakarta masih berjaya sebagai pusat jual beli buku bekas dan “repro”, minimal 2 bulan sekali saya menyempatkan mampir kesana. Entah sekedar cuci mata atau mencari buku bekas. Tidak jarang saya ngobrol-ngobrol dengan para pedagang di sana sambil menyeruput kopi dari gelas aqua plastik. Kalau sedang berada di luar kota pun, saya selalu menyempatkan mampir ke pasar buku. Taman Pintar di Yogyakarta, pasar Blauran di Surabaya, dan pasar Losari di Bandung.
Para pedagang buku luring ini, mempunyai keahlian khusus dalam melihat calon pembeli. Pernah, suatu ketika saya memakai kaos bergambar kamera, si pedagang dengan cekatan menawarkan saya buku-buku dan majalah bergenre fotografi. Ketika masih SMP, saya pernah dikejar sekelompok pelajar (baca:tawuran) di lorong-lorong Pasar Senen. Saat sedang bersembunyi, saya masih sempat ditawari segepok buku Enny Arrow oleh salah satu pedagang. Saat itu saya sedang memakai seragam putih biru.
Memasuki era digital, budaya belanja masyarakat mengalami perubahan, yang semula belanja di pasar luring, kini beralih ke pasar daring. Bahkan untuk sekedar membeli sebungkus cabai saja, melalui lokapasar.
Pasar daring atau lokapasar ini serupa pasar atau mall. Menampung berbagai macam penjual. Tokopedia, Bukalapak, Blibli, Lazada, Qlapa (almarhum) adalah sedikit dari sekian banyak lokapasar yang menyasar pasar Indonesia. Bahkan Bukalapak dan Tokopedia sudah termasuk dalam starup unicorn.
***
Sudah banyak (pakai banget) para penjual buku yang semula luring, ikut memajang dagangannnya di lokapasar. Kadang satu toko buku bisa membuka toko daring di beberapa lokapasar demi menambah potensi cuan yang didapat.
Saya juga sering berbelanja buku di lokapasar seperti bukalapak dan tokopedia. Memudahkan, sih, walau kadang mesti ekstra cerdik untuk memilah kata kunci dan penjualnya, agar mendapatkan buku yang sesuai keinginan dan original. Namun lucunya, kalau belanja buku di lokapasar serba ada seperti bukalapak atau tokopedia, bisa berakhir tragis. Niat awal membeli buku, bisa berakhir dengan pembelian buku ditambah kerajinan tangan dan celana dalam, hahaha… Gak pa-pa juga, sih. Hitung-hitung turut membantu UMKM Indonesia di tengah pagebluk Covid-19. Cieee… mulia benar, ya!
Disamping bermata jeli seperti cerita saya di atas, para penjual buku ini cukup kreatif dalam menarik minat calon pembeli. Biasanya mereka menjual buku dengan sistim paket beberapa buku dengan harga lebih murah dibandingkan membeli satuan. Misalnya paket buku “Ngabuburead” yang dipromosikan saat bulan ramadhan yang lalu. Ada juga yang menjual paketan dari penulis atau tema yang sama. Bahkan saya pernah melihat di sosial media salah satu penjual buku daring, memberikan hadiah berupa buku apabila follower-nya melakukan resensi atas buku terbitan salah satu penerbit.
Dari hasil obrol-obrol singkat dengan beberapa penjual buku daring, bisnis mereka relatif stabil pada masa-masa pagebluk saat ini. Bisa jadi masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan gaya hidup normal baru, malah meningkatkan omset para penjual buku ini. Sebabnya, banyak orang memilih membaca buku sebagai salah satu aktivitas di dalam rumah yang bermanfaat.
***
Saya yakin, dengan keuletan dan kreativitas, para pelaku UMKM di industri perbukuan Indonesia dapat survive pada masa-masa pagebluk sekarang ini. Apalagi ditambah dengan dukungan pemerintah, melalui program pembelian buku lokal seperti di atas dan BLT UMKM.
Oh, iya, bisa jadi, dana subsidi pemerintah yang diberikan untuk para pelaku UMKM di industri perbukuan ini, berasal dari Obligasi Negara Ritel (ORI) yang Kamu beli, lho. Dari kita untuk kita. #IniUntukKita.
Leave a Reply